Table of Contents
Munir aktifis HAM (Menolak Lupa)
Munir aktifis HAM (Menolak Lupa) – Munir Said Thalib. Sampai saat ini, nama Munir terus dikenang sebagai pejuang HAM, Meskipun Munir telah tutup usia sejak 7 September 2004 yang lalu.
Munir, adalah seorang Aktifis hak asasi manusia (HAM), kala itu, munir menangani banyak kasus, dan paling banyak adalah kasus kemanusiaan dan pelanggaran HAM.
Perjalanan Study Berujung Maut
Munir yang saat itu sangat mencintai ilmu hukum, berencana untuk melanjutkan study S2, dan pendidikan yang dituju adalah negeri kincir angin Belanda.
Pada 6 September 2004 waktu 21:55 WIB malam, Munir melakukan penerbangan dengan pesawat Garuda GA-974, pesawat transite di bandara changi, Singapura kemudian baru menuju Belanda.
Penyebab kematian
Setelah trasite dan menuju Amsterdam, Munir memakan makanan yang diesediakan, makanan pun habis seperti nasi goreng dan jus jeruk. Tidak lama, munir merasakan hal yang aneh dengan perutnya, dan bolak-balik kekamar mandi.
Kala itu, Munir masih berkabar dengan sang istri, lalu Munir berkata “Ko perut saya sakit”. Sakit perutpun semakin menjadi jadi.
Munir sempat mendapat pertolongan oleh dokter, dan duduk disamping bangku dokter, namun tidak berujung lama. Mulut dari sang aktifis tersebut mengeluarkan busa yang berujung maut.
Pemakaman
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit 8 September 2004, munir sempat diduga sakit sebelum wafat sekitar pukul 08:10 waktu setempat, sebab, selalu bolak balik ke toilet.
12 September 2004, jenazah sang aktifis yang sudah memiliki banyak penghargaan tentang HAM dimakamkan di Batu tempat kelahiranya.
Mengenal Munir sang aktifis HAM Indonesia
Munir Said Thalib, lahir pada 8 Desember 1965 di Jawa Timur. Beliau kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw), terkenal karena sebagai aktifis yang aktif.
Munir dipilih sebagai Senat oleh rekan-rekanya pada tahun 1998, koordinator wilayag IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, sebab ketekunanya jadi Munir ditunjuk langsung.
Kemudian, Munir juga anggota dari Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berfikir, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dari pengalaman semasa muda, Munir semakin menyeriusi tentang Hukum, dan melakukan pembelaan terhadap kasus terkait HAM.
Kasus Marsinah, adalah salah satu kasus yang besar yang pernah ditangani, namun masih banyak kasus besar yang ditangani oleh Munir. Kala itu, Munir dianggap bahaya, dan menjadi target dari pihak intelijen.
Namun Munir tidak gentar, ancaman dari beberapa orang, selalu munir hadapi.
Perkembangan kasus
Hingga saat ini, kasus munir seperti dianggap sudah selesai, tidak ada kelanjutan yang diseriusi oleh pemerintah.
Pengadilan memang memvonis penjara 14 tahun kepada Pollycarpus Budiharto Priyanto, selaku pembunuh Munir, dan Indra Setiawan selaku Direktur PT. Garuda Indonesia selama 1 tahun penjara.
Namun Indra Setiawan membantah, ia tidak mengakui keterlibatanya dalam pembunuhan Munir, yang juga diduga terlibat dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Surat tugas yang diterima Pollycarpus Budiharto Priyanto, diduga dibuat oleh Indra setelah ia menerima surat resmi dari pihak BIN.
BIN kala itu mendapati sorotan, dalam kasus Munir, namun tidak ada tindakan dari lembaga telik yang dijerat kasus hukum. Mantan Deputi V BIN Muchdi Prawira Pranjono pernah diadili, namun, Hakim ketua membebaskanya, sebab diduga tak bersalah.
15 tahun, berlalu saat ini Pollycarpus Budiharto Priyanto sudah menghirup udara bebas, namun hingga saat ini nama Munir menjadi kenangan dalam sejarah. Namanya selalu harum, dan perjuangan nya tidak akan pernah mati.